KONSELOR
Kamis, 16 Mei 2013
menejemen pendidikan menurut para ahli
1.
Manajemen Pendidikan menurut parah ahli :
Manajemen Pendidikan
menurut Syarif (1976 :7) : segala usaha
bersama untuk mendayagunakan sumber-sumber (personil maupun materiil) secara
efektif dan efisien untuk menunjang tercapainya pendidikan.
Manajemen Pendidikan
menurut Sutisna (1979:2-3) : Manajemen
pendidikan adalah keseluruhan (proses) yang membuat sumber-sumber personil dan
materiil sesuai yang tersedia dan efektif bagi tercapainya tujuan-tujuan
bersama. Ia mengerjakan fungsi-fungsinya dengan jalan mempengaruhi perbuatan
orang-orang. Proses ini meliputi perencanaan, organisasi, koordinasi,
pengawasan, penyelenggaraan dan pelayanan dari segala sessuatu mengenai urusan
sekolah yang langsung berhubungan dengan pendidikan seklah seperti kurikulum,
guru, murid, metode-metode, alat-alat pelajaran, dan bimbingan. Juga soal-soal
tentang tanah dan bangunan sekolah, perlengkapan, pembekalan, dan pembiayaan
yang diperlukan penyelenggaraan pendidikan termasuk didalamnya.
Manajemen Pendidikan
menurut Djam’an Satori, (1980: 4). Manajemen pendidikan dapat diartikan
sebagai keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber personil
dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan secara efektif dan efisien.
Manajemen Pendidikan
menurut Made Pidarta, (1988:4). Manajemen Pendidikan diartikan sebagai
aktivitas memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya.
Manajemen Pendidikan
menurut Biro Perencanaan Depdikbud, (1993:4). Manajemen pendidikan ialah
proses perencanaan, peng-organisasian, memimpin, mengendalikan tenaga
pendidikan, sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan,
mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur,
memiliki pengetahuan, keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian
yang mantap, mandiri, serta bertanggung jawab kemasyarakat dan kebangsaan.
Manajemen Pendidikan
menurut Soebagio Atmodiwirio. (2000:23). Manajemen pendidikan dapat didefinisikan
sebagi proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin, mengendalikan tenaga
pendidikan, sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Manajemen
Pendidikan menurut Engkoswara (2001:2). Manajemen pendidikan ialah suatu ilmu yang
mempelajari bagaimana menata sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan secara produktif dan bagaimana menciptakan suasana yang baik bagi
manusia yang turut serta di dalam mencapai tujuan yang disepakati bersama.
Manajemen Pendidikan
menurut Hadari Nawawi (1981 : 11) : Manajemen
pendidikan, adalah rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian
usaha kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan, secara
berencana dan sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu, terutama
lembaga pendidikan formal.
Manajemen Pendidikan
menurut W. Haris mendefinisikan Manajemen
pendidikan sebagai suatu proses pengintegrasian segala usaha pendayagunaan
sumber-sumber personalia dan material sebagai usaha untuk meningkatkan secara
efektif pengembangan kualitas manusia.
Manajemen Pendidikan
menurut Purwanto dan Djojopranoto (1981:14) : Manajemen
pendidikan merupakan suatu usaha bersama yang dilakukan untuk mendayagunakan
semua sumber daya baik manusia, uang, bahan dan peralatan serta metode untuk
mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Manajemen Pendidikan
menurut Stephen J. Knezeich Manajemen pendidikan
merupakan sekumpulan fungsi-fungsi organisasi yang memiliki tujuan utama untuk
menjamin efisiensi dan efektivitas pelayanan pendidikan, sebagaimana
pelaksanaan kebijakan melalui perencanaan, pengambilan keputusan, perilaku
kepemimpinan, penyiapan alokasi sumber daya, stimulus dan koordinasi personil,
dan iklim organisasi yang kondusif, serta menentukan perubahan esensial
fasilitas untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat di masa depan.
Manajemen Pendidikan
menurut Daryanto (1998:8) : Manajemen
pendidikan adalah suatu cara bekerja dengan orang-orang, dalam rangka usaha
mencapai tujuan pendidikan yang efektif.
Manajemen
Pendidikan menurut Dasuqi dan Somantri (1992:10) mengemukakan
Manajemen pendidikan adalah upaya menerapkan kaidah-kaidah Manajemen dalam
bidang pendidikan.
gejala gangguan jiwa
A.
GEJALA
GANGGUAN JIWA
Gejala – gejala gangguan jiwa ialah hasil interaksi yang
kompleks antara unsur somatik, psikologik dan sosiobudaya. Gejala – gejala
inilah sebenarnya memadakan dekompensasi proses adaptasi dan terdapat terutama
pada pemikiran, perasaan dan perilaku. Terdapat dua gejala yaitu gejala primer
dan gejala sekunder. Gejala primer itu sendiri dapat berupa ambivalensi,
otisme, asosiasi longgar dan efek yang tak tepat. Sedangkan gejala sekunder
dapat berupa halusinasi dan wahana.
Selain gejala primer dan sekunder, masih terdapat gejala
pokok dan gejala tambahan. Pada seorang yabg terkena depresi, maka gejala pokok
tersebut dapat berupa kesedihan dan kekurangan nafsu maka, sedangkan gejala
tambahannya dapat berupa neropati, karena kekurangan makanan. Ada pula jegala
positif (gejala pelepasan atau rangsangan) dan juga gejala negatif (gejala
defisit atau hambatan).
1. Normal dan Abnormal
Abnormal artinya “menyimpang dari
yang normal” jadi harus ada sesuatu normal yang jelas dahulu, sebelum kita
dapat mengatakan bahwa sesuatu ialah abnormal ataupun masih termasuk di dalam
batas – batas norma tersebut. Tentang unsur somatik, maka norma ini lebih mudah
ditentukan, yaitu kesatuan struktural dan fungsional tubuh kita. Akan tetapi
tentang unsur psikologik, maka penentuannya sangat sukar, karena kita belum
mempunyai “model ideal” tentang seorang manusia untuk dipakai sebagai bahan
perbandingan. Kita juga masih belum mempunyai gambaran yang jelas tentang
normal dan abnormal, namun demikian telah ada beberapa patokan, yaitu sebagai
berikut :
Patokan
statistik mudah saja dipakai, yaitu tiap
penyimpangan dari mayoritas menjadi abnormal. Dengan demikian maka seorang yang
cerdas luar biasa sama abnormal dengan orang yang dungu; seorang yang jujur
bisa menjadi abnormal di tengah – tengah orang yang tak jujur. Sudah jelas
bahwa patokan statistik saja biarpun sangat teliti, tidak dapat dipakai untuk
menentukan normal tidaknya suatu perilaku.
Patokan penyesuaian pribadi dapat
dipakai pada unsur somatik maupun psikologik. Bila seorang menangani masalahnya
dengan memuaskan, maka orang mengatakan bahwa penyesuaiannya adalah baik.
Tetapi, apabila ia menunjukan kecemasan, kesedihan dan ketidak bahagiaan
ataupun gejala yang lebih menguatirkan, maka dikatakan bawha ia tidak dapat
menyesuaikan diri dengan baik.
Patokan integrasi kepribadian
menunjuk pada keseluruhan manusia, yaitu kepasa kerjasama yang serasi antara
semua komponen manusia dan antara manusia dengan lingkungannya. Di dalam unsur
psikologik, integrasi ini berhubungan dengan koordinasi pikiran, perasaan dan
tindakan, bebas dari semua konflik yang merusak dan berbagai mekanisme
pembelaan yang kaku, dengan keterbukaan terhadap pengalaman baru dan
penyesuaian yang memadai terhadap lingkungannya.
Patokan kematangan pribadi, patokan
ini sudah sering dikemukakan. Yaitu sebuah perilaku yang dianggap bila sesuai
dengan umur, masalah dan sumber daya penyesuaian individu itu dan jika
menyokong perkembangan serta perwujudannya dalam jangka panjang. Jadi,
kematangan pribadi itu merupakan ukuran seberapa dewasa seorang individu dan seberapa luas diwujudkannya dirinya
sebagai manusia.
Patokan kesejahteraan dan kemajuan
masyarakat dipakai untuk sebagian besar prilaku manusia untuk menilai
peranannya sebagai anggota masyarakat besar yang ia menjadi anggotanya.
Perilaku seorang penjahat ulung akan dianggap abnormal oleh masyarakat besar
karena telah menyimpang dari norma yang ada, akan tetapi akan dianggap normal
ketika ia berada dalam sesama penjahat yang memiliki norma yang sama.
1. Gangguan Kesadaran
Kesadaran itu sendiri merupakan
kemampuan seorang individu untuk mengadakan hubungan dengan lingkungannya serta
dengan dirinya sendiri dan mengadakan pembatasan terhadap lingkungannya serta
terhadap dirinya sendiri, bila kesadaran itu baik adanya, maka akan terjadi
orientasi dan pengertian yang baik serta pemakaian informasi yang masuk secara
efektif.
Kesadaran itu dapat berupa kesadaran
yang normal, kesadaran yang meninggi, kesadaran waktu tidur, kesadaran waktu
mimpi, kesadaran sewaktu disosiasi, kesadaran pada psikosa fungsional dan juga
kesadaran pengalaman di luar tubuh.
Kesadaran
yang menurun ialah suatu keadaan dengan kemampuan persepsi, perhatian dan
pemikiran yang berkurang secra keseluruhan. Kemudian muncullah amnesia yang
sebagian atau total.
Kita
mengenal beberapa tingkat dalam menurunnya kesadaran itu, yaitu :
1. Apati
: si individu mulai mengantuk dan acuh tak acuh terhadap rangsang yang masuk.
2. Somnolensi
: jelas sudah mengantuk dan rangsang yang lebih keras lagi diperlukan untuk
menarik perhatiannya.
3. Sopor
: hanya berespon dengan rangsang yang keras (ingatan, orientasi dan
pertimbangan sudah hilang.
4. Subkoma
dan koma : tidak ada lagi respons terhadap rangsang yang keras.
Kesadaran
yang tingi adalah keadaan dengan respons yang
meninggi terhadap rangsang (suara-suara terdengar lebih keras warna-warni
terlihat lebih terang) yang disebabkan oleh berbagai zat yang merangsang otak
atau oleh faktor psikologi.
Tidur
dapat ditandai oleh menurunnya kesadaran secara reversibel, biasanya disertai
posisi berbaring dan tak bergerak. Aserinsky dan Kleitmen (1953) di University
of Chicago menemukan bahwa biasanya bahwa biasanya pada orang yang sedang tidur
bola matanya bergerak perlahan-lahan, tetapi kadang-kadang bola matanya
bergerak dengan cepat pula. Keadaan ini berturut-turut dinamakan “tidur tanpa
gerak mata cepat” (NREM sleep atau non-rapid eye movement sleep) dan “tidur
dengan gerak mata cepat” (REM sleep atau rapir eye movement sleep).
Gangguan
tidur dapat berupa : insomnia (sukar tidur, biasanya
karena sebab psikologik); berjalan sewaktu tidur (somnambulisme); mimpi buruk
(nightmare); dan narkolespi (serangan tidur bersamaan dengan kataplexi,
kelumpuhan tidur atau halusinasi hipnagogik).
Hipnosa
: ialah kesadaran yang sengaja diubah (menurun dan menyempit, artinya menerima
rangsang hanya dari sumber tertentu saja) melalui sugesti; mirip tidur dan
ditandai oleh mudahnya disugesti; setelah itu timbul amnesia.
Disosiasi
: sebagian tingkah laku atau kejadian memisahkan dirinya secara psikologik dari
kesadaran. Kemudian terjadi amnesia sebagian atau total.
Disosiasi
itu dapat berupa :
1. Trans (trance)
: keadaan kesadaran tanpa reaksi yang jelas terhadap lingkungannya yang
biasanya mulai dengan mendadak; mungkin terjadi imobilitas dan roman mukanya
kelihatan seperti bengong atau melamun; dapat ditimbulkna oleh hipnosa atau
upacara kepercayaan. (misal : kuda lumping, dsb)
2. Senjakala bisterik (bysterical
twilight state) : kehilangan ingatan atas dasar
psikologik, disosiasi itu terjadi tentang suatu waktu tertentu dan biasanya
selektif. Ini dibedakan dari gangguan ingatan secara umum.
3. Fugue
: suatu periode penurunan kesadaran dengan pelarian secara fisik dari suatu
keadaan yang menimbulkan banyak stres, tetapi dengan mempertahankan kebiasaan
dan ketrampilan.
4. Seragan bisterik
: suatu penampilan emosional yang jelas dengan unsur menarik perhatian dan
kelihatannya tidak ada kontak dengan lingkungan.
5. Lain-lain
: misalnya somnambulisme, sindroma Ganser,
menulis otomatis atau otomatisme yang lain.
Kesadaran
yang berubah : tidak normal, tidak menurun, tidak
meninggi, bukan disosiasi, tetapi kemampuan mengadakan hubungan dengan dan
pembatasan terhadap dunia luar dan dirinya sendiri sudah terganggu pada taraf
tidak sesuai dengan kenyataan, seperti pada psikosa fungsional. Kesadaran yang
terganggu mempunya pengertian yang luas atau umum, sama dengan kesadaran yang
abnormal dan sama juga dengan semua gangguan kesadaran.
Gangguan
perhatian : tidak mampu memusatkan perhatian hanya pada satu hal / keadaan,
atau lamanya memusatkan perhatian itu berkurang atau daya konsentrasi
terganggu. Gangguan ini dapat diamati oleh si pemeriksa atau hanya dikeluarkan
oleh pasien saja.
2. Gangguan Ingatan
Adapun
ingatan itu berdasarkan tiga proses utama, yaitu pencatatan atau registrasi;
penahanan atau retensi; dan pemanggilan kembali atau recall.
Gangguan
ingatan terjadi bila terdapat ganggun pada salah satu atau lebih dari unsur
yang tiga itu.
Gangguan ingatan umum
tidak terbatas pada suatu waktu tertentu saja , dan dapat meliputi :
1. yang
baru saja terjadi : kejadian pada beberapa jam atau beberapa hari yang lampau.
2. yang
sudah lama berselang terjadi : kejadian beberapa tahun yang lalu.
Amnesia ialah
ke tidak mampuan mengingat kembali pengalaman, mungkin bersifat sebagian atau
total, secara retrograd (meliputi pengalaman sebelum gangguan itu terjadi) atau
anterograd (meliputi pengalaman sesudah gangguan yang menyebabkan amnesia itu
terjadi).
Amnesia
mungkin terjadi karena rudapaksa kepala, gangguan emosi (misalnya amnesia
histerik) ataupun sesudah hipnosa dan trans.
Paranemsia
: ingatan yang keliru karena distorsi pemanggilan kembali, misalnya :
1. “deja
vu” : seperti sudah melihat sesuatu, tetapi sebelumnya belum pernah.
2. “jamais
vu” : seperti belum pernah melihat sesuatu, tetapi sebernarnya sudah pernah.
3. “fausse
reconnaissance” : pengenalan kembali yang keliru; merasa pasti bahwa
pengenalannya itu benar, tetapi sesungguhnya tidak benar sama sekali.
4. Konfabulasi
: secara tidak sadar mengisi lubang-lubang dalam ingatannya dengan cerita yang
tidak sesuai dengan kenyataan, akan tetapi si pasien percaya akan kebenarannya.
Hipermnesia : penahanan
dalam ingatan (retensi) dan pemanggilan kembali (recall) yang berlebihan
baiknya.
3. Gangguan Orientasi
orientasi
ialah kemampuan seseorang untuk mengenal lingkungannya serta hubungannya dalam
waktu dan ruang terhadap dirinya sendiri dan juga hubungan dirinya sendiri
dengan orang lain.
Disorientasi
atau gangguan orientasi timbul sebagai akibat gangguan kesadaran dan dapat
menyangkut waktu (tidak tahu menahu tentang jam, hari, pekan, bulan, tahun dan
musim), tempat (tidak tahu menahu dimanakah ia berada), atau orang (tentang
diri sendiri atau orang lain); hal ini perlu dibedakan dari “ilusi” dan
“dipersonalisasi”.
4.
Gangguan
Afek dan Emosi
Afek
ialah
“nada” perasaan, menyenangkan atau tidak, yang menyertai suatu pikiran dan
biasanya berlangsung lama serta kurang disertai oleh komponen fisiologik. Emosi ialah maninfestasi afek keluar dan disertai
oleh banyak komponen fisiologik,.
Bilamana
afek dan emosi itu sudah begitu keras, sehingga fungsi individu itu terganggu,
maka dikatakan telah terjadi gangguan afek atau emosi yang dapat berupa :
Depresi :
dengan komonen psikologik, misalnya : rasa sedih, susah, dsb; serta komponen
somatik, misalnya : anorexia, konstipasi, dsb. Ada jenis depresi dengan
penarikan diri dan ada pula dengan kegelisahan atau agitasi.
Kecemasan (anxiety)
: dapat dibedakan kecemasan (tidak jelas cemas terhadap apa) dari ketakutan
atau “fear” (jelas atau takut terhadap apa).
Eforia :
rasa riang, gembira, senang, bahagia yang berlebihan; bila tidak sesuai dengan
keadaan maka ini menunjukan adanya ganggun jiwa; jika lebih keras lagi
dinamakan “elasi” dan jika keras sekali dinamakan “exaltasi”.
Anbedonia : ke
tidak mampuan merasakan kesenangan, tidak timbul perasaan senang dengan
aktivitas yang biasanya menyenangkan baginya.
Kesepian : merasa
dirinya ditinggalkan.
Kedangkalan :
kemiskinan afek dan emosi secara umum (berkurang secara kwantitatif); dapat
digambarkan juga sebagai “datar”, “tumpul”, atau “dingin” yang sama artinya,
istilah – istilah ini tidak menunjukan gradasi.
Afek dan emosi yang tak wajar :
tak patut atau tak wajar dalam situasi tertentu, umpamanya tertawa
terkikih-kikih sewaktu wawancara.
Afek dan emosi yang labil :
berubah-ubah secara cepat tanpa pengawasan yang baik, misalnya tiba-tiba marah
atau menangis.
Variasi afek dan emosi sepanjang
hari : perubahan afek dan emosi mulai sejak pagi sampai
malam hari.
Ambivalensi : emosi
dan afek yang berlawanan timbul bersama-sama terhadap seorang, suatu objek atau
suatu hal.
Apati : berkurangnya
afek dan emosi terhadap sesuatu atau terhadap semua hal dengan disertai rasa
terpencil dan tidak peduli.
Amarah, kemurkaan atau permusuhan sering
dinyatakan dalam sifat agresi. Bila ditunjukan pada pemecahan masalah dan
dipakai sebagai pembelaan terhadap suatu serangan yang nyata, maka agresi itu
konstruktif sifatnya.
Langganan:
Postingan (Atom)